Minggu, 26 April 2015

Sejarah Indonesia | Sejarah amandement UUD 1945

Sumber Google/Rapat MPR Mwngusulkan revisi Amandemen

KritisTeoritis|
A. Sejarah Pemberlakuan UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya", maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

1. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.

3. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.

4. Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya sebagai berikut:
a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
b. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui G30S PKI.

B. Pengertian Amandemen UUD 1945

Secara etimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris : “To Amend” diartikan sebagai To Make Better, To Remove The Faults (untuk menjadikannya lebih baik, dan menghapuskan kesalahan-kesalahan). Selanjutnya amandement diartikan sebagai A Change For The Better, A Correction Of Error (merubahnya agar lebih baik, memeriksa yang salah).
Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan tertinggi bernegara. Beliau berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum sepenuhnya sempurna. Jika ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan ialah amandemen.
Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah dipahami sebagai penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari naskah aslinya, dan diletakkan pada dokumen yang bersangkutan. Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan kata-kata atau perihal baru dalam teks.
Di sisi lain, amandemen bukan pula penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil.
Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal mendasar diatas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan atas Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap Pasal-Pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri.

C. Alasan dan Kesepakatan Amandemen UUD 1945

Berikut adalah alasan-alasan terjadinya perubahan (amandemen) dalam UUD 1945.
1.Lemahnya checks and balances (koreksi dan menyeimbangkan) pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2.Executive heavy, yaitu kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif dan kekuasaan legislatif)
3.Pengaturan terlalu fleksibel (Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4.Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM
5.Segi historis, pembuatan UUD 1945 ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa, sehingga memuat banyak kekurangan.
6.Segi substansi dan isi UUD 1945, di mana UUD 1945 memiliki keterbatasan dan kelemahan.
7.Segi sosiologis, yaitu adanya amanat dari rakyat untuk melakukan amandemen.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka terbentuklah kesepakatan-kesepakatan mengenai amandemen UUD 1945, diantaranya sebagai berikut:

1.Amandemen dilakukan oleh antar fraksi MPR.
2.Amandemen terdiri dari pembukaan dan batang tubuh mempunyai kedudukan berlainan, namun terjalin dalam hubungan bersifat kausal organis.
3.kesepakatan antara fraksi MPR dalam amandemen UUD 1945, antara lain sebagai berikut.

a.Tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
b.Tetap mempertahankan NKRI.
c.Tetap mempertahankan sistem presidesial.
d.Bagian penjelasan UUD 1945 yang normatif, dimasukan dalam batang tubuh.
e.Perubahan addendum, yaitu satu kesatuan antara perubahan yang diubah dengan yang tidak diubah.

D. Sejarah Amandemen UUD 1945

1. Amandemen I
Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 Pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21.
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu kuat (executive heavy).

2. Amandemen II
Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 Pasal. Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 25E, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 30, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal 36C.
BAB IXA, BAB X, BAB XA, BAB XII, dan BAB XV.
Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.

3. Amandemen III

Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini rincian dari amandemen ketiga.
Pasal 1, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 17, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C.
BAB VIIA, BAB VIIB, dan BAB VIIIA.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.

4. Amandemen IV

Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal.
Pasal 2, Pasal 6A, Pasal 8, Pasal 11, Pasal16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37.
BAB XIII dan BAB XIV.
Inti Perubahan amandemen ini DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.

E. Tujuan Amandemen UUD 1945

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik di berbagai bidang dengan senantiasa selalu memperhatikan kepentingan rakyat.
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, adalah sebagai berikut:
1.  Untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat,
2. Memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang menjadi syarat negara hukum,
4. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan,
6. Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi,
7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.

0 komentar:

Posting Komentar