Jumat, 24 April 2015

Teori Kepenulisan | Konflik Dan Klimaks

Diambil Dari Google.com
KritisTeoritis|Dalam sebuah cerita ada peralihan suatu keadaan menuju keadaan berikutnya. Dari peristiwa peralihan itulah bisa lahir konflik. Misalnya nih, ketika seseorang naik ke sebuah angkot, tiba-tiba kepalanya terbentur bagian atas pintu. Akibat benturan itu kepalanya jadi sakit, bengkak, infeksi dan seterusnya. Kondisi kepalanya yang sakit ini bisa menjadi konflik tersendiri bagi orang tersebut.
Konflik ini bisa berupa konflik fisik seperti contoh di atas, konflik batin dan konflik sosial. Bisa juga gabungan dari ketiganya.

Berikut beberapa macam peristiwa yang ikut membangun konflik:

a. Peristiwa Fungsional
Urutan-urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi. Dengan demikian, kehadiran peristiwa fungsional adalah suatu keharusan. Jika dihilangkan salah satunya, maka jalan cerita jadi tidak logis.

b. Peristiwa Selingan
Peristiwa ini hanya sebagai jeda yang akan membuat cerita jadi berfariasi dan menarik, namun ia tak mempengaruhi jalan cerita secara umum. Boleh dibilang kehadirannya hanya sebagai pemanis dan pelengkap.

c. Peristiwa Acuan
Ini adalah peristiwa yang berkaitan dengan suasana batin tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Penggambaran suasana batin ini akan membantu pembaca untuk melihat lebih luas isi cerita. Meski tidak menjadi penyebab terjadinya sebuah peristiwa, namun ia bisa menjadi acuan atau isyarat terhadap peristiwa yang akan berlangsung.

Trus bagaimana cara membangun konflik?

Semua peristiwa di atas merupakan langkah awal untuk menimbulkan konflik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa konflik meliputi: konflik fisik, konflik batin dan konflik sosial. Ada juga konflik utama dan konflik tambahan. Konflik fisik adalah konflik yang menimpa diri tokoh dalam cerita. Misalnya si Tokoh mengalami sakit, kecelakaan, dan sebagainya. Lalu konflik sosial, merupakan konflik yang terjadi antara tokoh cerita dengan orang-orang di sekelilingnya. Misalnya perkelahian, persaingan, dan sebagainya. Sementara konflik batin adalah konflik yang terjadi dalam jiwa si Tokoh berupa kesedihan, kekecewaan, sakit hati, dan sebagainya.

Ketiga macam konflik tersebut bisa saja terjadi pada diri satu orang tokoh atau lebih. Bisa pula terjadi dalam waktu yang bersamaan atau tidak. Ini tergantung pada bentuk bangunan konflik yang akan dibuat oleh penulis cerita. Namun kepiawaian penulis dalam menggabungkan ketiga jenis konflik di atas akan sangat menentukan menarik atau tidaknya sebuah cerita.

Dan boleh dikatakan bahwa membuat sebuah karya fiksi sesungguhnya adalah menciptakan kompleksitas konflik terhadap tokoh utama. Semakin kompleks sebuah konflik, maka pembaca akan semakin tertarik. Namun jangan lupa bahwa konflik yang berlebihan akan membuat sebuah cerita menjadi tidak logis. Maka di sini sangat diperlukan kejelian penulis dalam menyusun dan membangun konflik.

Klimaks

Ketika semua konflik sudah sampai pada tahap puncak, maka akan terjadilah klimaks dalam cerita. Pada saat klimaks, semua konflik akan diketahui muaranya, meski tak selalu bisa dipastikan endingnya. Pada saat klimaks juga nasib tokoh utama akan ditentukan. Klimaks itu sendiri mungkin akan muncul lebih dari sekali. Namun untuk sebuah cerpen, karena konfliknya yang sedikit, maka klimaks biasanya hanya terjadi sekali, yaitu menjelang bagian akhir cerita.

Kita ambil contoh di atas tadi, setelah kepala si Tokoh tersebut mengalami infeksi parah yang memakan waktu lama, maka klimaksnya dia meninggal karena infeksinya sudah menjalar kemana-mana. Tragis banget ya, cuma gara-gara kejeduk pintu angkot, dia akhirnya meninggal. Pesan dari cerita ini adalah, hati-hati naik angkot, jangan lupa membungkuk, terutama kalau kamu berpostur lumayan tinggi, hehehe… (Via)



Sumber Artikel : http://tintaperak.com/?p=914#more-914

0 komentar:

Posting Komentar